Pengurus Harian Komunitas (PHKom)
Wilayah Pengorganisasian PHKom Montong Baan berada di Kecamatan Sikur , Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Persebaran anggota PHKom Montong Baan tersebar di Desa Montang Boan dan Montong Baan Selatan. Sementara Wilayah Adat Montong Baan berjarak sekitar lima kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Lombok Timur dan empat puluh lima kilometer dari Ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kecamatan Sikur memiliki luas sekitar 13.000 hektare dengan jumlah penduduk sekitar 12.797 jiwa tahun 2019. Sementara itu, pada tahun 2013, Desa Montong Baan di pecah menjadi dua desa , Desa Montong Baan dan Montong Baan Selatan. Kedua desa tersebut merupakan Wilayah Adat Montong Baan yang dilintasi jalan antar provinsi sehingga mobilitas dan akses cukup lancar, dan pertumbuhan daerah lumayan pesat, hal itu ditandai dengan adanya sekolah menengah atas.
Sejak 23 Maret 2019, bertempat di Desa Molek, kecamatan Montong Baan Selatan, PHKom Montong Baan didirikan oleh 37 Perempuan Adat yang berasal dari Desa Montong Baan yang sebagian besar adalah suku Sasak. Selain mendirikan PHKom Montang Baan sebagai sarana perjuangan Perempuan Adat, pertemuan tersebut sekaligus menggelar musyawarah membentuk kepengurusan PHKom Montong Baan. Musyawarah tersebut menghasilkan kesepakatan memberikan mandat kepengurusan PHKom Montong Baan kepada Dewi Kustina sebagai ketua, kemudian Sekretaris Suryani dan bendahara Hurriyanturrakyi, masa kepengurusan disepakati pada periode 2019 hingga 2024.
Selang waktu dua tahun, di tahun 2021, PHKom Montong Baan melakasanakan Temu Daerah 2 untuk pergantian kepengurusan, atas permintaan dari seluruh anggota dan pengurus. Pada Temu Daerah yang bertempat di Desa Montong Baan tersebut, turut hadir 27 Perempuan Adat dari komunitas Molek, Dasan Buwuh, dan Sarur. Hasil Temu Anggota memutuskan atas dasar kesepakatan seluruh anggota sebagai berikut : Ketua masih Dewi Kustiana. Sekretaris Suriati dan Bendahara, Rosa’adah. Kemudian kesepakatan ini di putuskan pada Temu Nasional III PEREMPUAN AMAN pada 4 Februari 2022.
Anggota PHKom Montong Baan saat ini berjumlah 56 Perempuan Adat yang berasal dari 9 komunitas dan tersebar di lima desa di kabupaten Lombok Timur antara lain :Desa Suradadi, Semaya, Montong Baan, Montong Baan Selatan, dan Montong Baan. Sebagian besar anggota PHKom Montaong Baan masuk kategori pemuda sebanyak 62,50% dari jumlah anggota, dewasa 33,93% dan sebagian kecil lansia 3,57%. Jenis pekerjaan anggota PKHom Montong Baan pada umumnya ibu rumah tangga, namun di samping Ibu rumah tangga, Perempuan Adat juga bertani, berdagang dan mahasiswa.
Kecakapan atau keahlian yang miliki anggota PHKom Montang Baan lebih dari satu, misalnya saja sebagian anggota yang memiliki kecakapan penggerak Posyandu sebanyak 51,79% sekaligus penggerak PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) dengan persentase yang sama. Kemudian keahlian bertani dimiliki oleh anggota sebanyak 42,86% dari jumlah anggota, sementara keahlian mengolah hasil pertanian atau laut sebanyak 16,07%, sedangkan pengetahuan tentang benih 5,36% dan sebagian kecil yang diberi tanggung jawab dalam ritual adat, hanya 1,79% dari jumlah anggota.
Di samping itu, keberadaan kelompok-kelompok Perempuan di PHKom Montong Baan sebagai berikut: sebagian besar anggota PHKom Motong menyebutkan PKK sebanyak 73,21%, organisasi keagamaan 39,29%, arisan 37,50%, Pengurus Adat 25,00% dan pengrajin wingke 33,93%. Sementara itu, lembaga atau tokoh yang berpengaruh di lingkungan PHKom Montong Baan menurut anggota sebagai berikut: Pemangku Adat 75,00%, pejabat/pemerintah setempat 66,07%, tokoh agama 71,43%, tokoh masyarakat 85,71% dan tokoh pemuda 7,14%.
Kemudian anggota PHKom Montong Baan juga memiliki pengalaman cukup variatif serta sebagian besar memiliki pengalaman yang sama dan masing-masing anggota sebagian besar memiliki lebih dari satu pengalaman. Anggota yang pernah memiliki pengalaman mengikuti pelatihan sebanyak 69,64% dari jumlah anggota, pelatihan tersebut dalam berbagai hal antara lain: pernah mengikuti pelatihan Pramuka, Diklat (Pelatihan dan Pendidikan apa?), pelatihan kader posyandu, memasak/tata boga, LPA, Kerajinan (Prakarya), Nores, menjahit, dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Sedangkan dalam peningkatan kapasitas atau pengetahuan ialah seminar atau kelas kesetaraan gender, bahasa inggris dan peningkatan kapasitas perempuan lainnya yang di fasilitasi PEREMPUAN AMAN.
Selain itu, pengalaman penanggung jawab pelaksanaan Ritual Adat, upacara Adat dan perayaan hanya 19,64% anggota yang pernah dipercaya. Begitu pun dengan pengalaman pernah menjadi bagian dari kelembagaan adat yaitu 3,57% dari jumlah anggota. Sama halnya dengan pengalaman mengurus organisasi, dari jumlah anggota hanya 5,36% Perempuan Adat yang memiliki pengalaman mengurusi organisasi antara lain: organisasi Kaukus, Bumdes, organisasi remaja masjid dan kelembagaan Adat. Sementara pengalaman ikut aksi atau demonstrasi sebanyak 7,14% dan pengalaman lainnya sebanyak 7,14% yang mencakup pengalaman Guru PAUD, ibu rumah tangga, dan anggota forum anak sekaligus pengurus forum anak.
Wilayah Kelola PHKom Montong Baan
Sistem penguasaan dan pengelolaan tanah Masyarakat Adat Montong Baan ada tiga jenis, pertama, lembaga adat mengatur secara komunal, kedua, pengelolaan secara bersama-sama yang didasarkan garis keturunan, ketiga, kepemilikan pribadi/individu. Aturan Adat yang berkaitan dengan hal tersebut diwakili dalam semboyan “Tunah Bareng-bareng”, artinya mengelola dan menjaga tanah sebagai warisan leluhur secara bersama-sama hingga tiba saatnya anak cucu mewarisinya. Masyarakat Adat Montong Baan memiliki aturan pembagian tanah yang diatur oleh tetua adat (pengelingsir) secara komunal. Berbagai sebutan tanah berdasarkan fungsinya, seperti tanak gege, tanak wakap, tanak reu (tanah yang hanya ditanami kacang-kacangan dan umbi-umbian), dan tanak montong, (tanah yang mengandalkan air hujan). Dengan kata lain, wilayah kelola PHKom Montong Baan mencakup rumah dan pekarangan, kebun, sawah dan ladang.
Rumah dan pekarangan dalam masyarakat adat Montong Baan memiliki fungsi sosial, kultural dan ekonomi. Rumah dan pekarangan biasanya digunakan untuk beragam acara Adat seperti seserahan, khitanan, pengajian, kumpul arisan, olahraga termasuk untuk acara pertemuan dan sekolah adat. Pekarangan juga dimanfaatkan untuk menanam beragam jenis sayuran, rempah, buah, dan tanaman hias.
Sedangkan kebun Masyarakat Adat Montong Baan pada dasarnya berpola kebun talun dengan beragam campuran antara tanaman keras, tanaman perkebunan termasuk sayuran. Hasil dari kebun, Masyarakat Adat Montong Baan menghasilkan beragam jenis, hasil tanaman komoditas perkebunan seperti tembakau, cokelat, kopi, dan kelapa. Kebun pada dasarnya kebun dimanfaatkan beragam fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi baik untuk kebutuhan subsistensi maupun komersial. Seperti menanam tanaman rempah, tanaman komoditas perkebunan, bambu, maupun sebagai tempat untuk menanam tanaman keras seperti jati, albasia, mahoni, randu dan beringin. Selain itu, beragam tanaman rempah dan obat-obatan tradisional seperti jahe, lengkuas, kencur, kunyit, gingseng, temulawak, temu kunci banyak dihasilkan di Wilayah Adat ini. Kemudian terdapat juga beragam jenis sayuran seperti sawi, bayam, pare, cabe, tomat, terong, mentimun, labu, kecipir, brokoli, daun bawang, ubi jala, kemangi, daun kelor dan daun turi. Begitu juga di ladang, kurang lebih sama, bedanya biasanya tumbuh kacang-kacangan dan umbi-umbian yang lebih banyak di tanam di ladang.
Kemudian wilayah kelola sawah, di sawah, Masyarakat Adat Montong Baan bisa menanam padi, kedelai, jagung, kacang hijau, kacang tanah dan sayuran seperti tomat, kacang panjang, kubis, cabe merah, terong, kecipir dan lainnya. Di samping itu, di sawah juga terdapat aktivitas pertanian padi, budidya ikan lele, mujaer, nila, mas serta sebagai tempat untuk mencari belut dan keong. Sementara pengairan sawah berasal dari sungai yang ada di dalam yang mengalir melintasi wilayah kelola PHKom Montong Baan.
Di dalam Wilayah kelola PHKom Montong Baan terdapat dua sungai dan satu bendungan yang mengaliri area persawahan. Selain berfungsi untuk irigasi persawahan, bendungan juga juga sebagai tempat memancing, mencuci sekaligus sebagai tempat rekreasi. Sementara Sungai tersebut berasal dari lima mata air. Dua sungai di Wilayah Adat PHKom Montong Baan biasanya digunakan untuk tempat mandi, mencuci, tempat memancing ikan, mengambil pasir dan batu untuk bahan bangunan rumah, termasuk untuk irigasi persawahan. Sementara itu, lima mata air tersebut sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, seperti air minum dan memasak, juga untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Selain itu, mata air juga memiliki fungsi kultural dan sosial, di Masyarakat Adat Montong Baan sumber mata air menjadi tempat melakukan Ritual Adat.
Akses dan Kontrol Wilayah Kelola Masyarakat Adat Montong Baan
Pemanfaatan wilayah kelola Montong Baan bersifat terbuka, sejauh mendapat izin atau memanfaatkan sesuai dengan aturan Adat. Meski kebun, sawah atau ladang dimiliki secara pribadi terutama oleh laki-laki atau keluarga dan hanya sebagian kecil perempuan memiliki hak milik atas tanah. Akan tetapi anggota Masyarakat Adat atau bahkan orang luar Montong Baan tetap bisa menikmati hasil pekarangan, kebun atau sawah meski tidak memiliki tanah. Namun dengan syarat telah mendapat izin menanam, atau hanya memetik pada waktu panen untuk di konsumsi sendiri, tidak untuk dijual. Jika ada orang yang mencuri tanaman di pekarangan, kebun atau sawah dipercaya akan mengalami sakit atau bencana. Hal itu diyakini atas do’a dan mantra yang telah dipasang di sawah, oleh Dukun Adat atau seorang belian. Namun, di balik kepemilikan lahan secara pribadi, ada mekanisme redistribusi sosial yang pada praktiknya mewajibkan setiap orang untuk mengeluarkan zakat hasil panen. Dalam hasil panen terdapat bagian yang harus diberikan kepada tetangga, keluarga dan anak yatim.
Di samping bentuk-bentuk akses dan kontrol wilayah kelola secara umum di atas, masing-masing ruang kelola berbeda peranannya. Misalnya saja, Perempuan Adat memiliki akses dan kontrol terhadap pekarangan, dalam hal menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan sawah, akses dan kontrol mutlak ada di tangan keluarga, termasuk hasilnya, dalam hal ini laki-laki lebih dominan dalam keputusan. Sedangkan akses dan kontrol bersifat terbuka terhadap sungai, siapa pun boleh memanfaatkan hasil sungai termasuk orang luar sekalipun dan tidak ada pengaturan Adat pada sungai.
Masyarakat Adat hanya dilarang untuk membuang sampah rumah tangga di sungai. Otoritas terhadap bendungan dimiliki oleh pemerintah desa, khususnya bagian pengaturan air (pekaseh). Akses terhadap bendungan juga bersifat milik bersama dan terbuka. Sementara, mata air memiliki pola akses dan kontrol yang berbeda. Kontrol atas mata air berada di tangan lembaga Adat, meskipun akses bersifat komunal dan terbuka, namun peran lembaga Adat biasanya berlaku utamanya di mata Air Pengempok, sebagai tempat untuk melaksanakan Ritual Adat. Ritual Adat di mata air Pengempok biasanya dilakukan di musim kemarau. Dalam Ritual Adat tersebut, biasanya dimainkan alat musik gamelan dan gending, Pemangku Adat yang memimpin ritual sambil membacakan mantra, disertai sesajen, dan doa khusus. Di mata air Pengempok, juga terdapat beberapa aturan seperti wanita yang sedang menstruasi tidak boleh mengambil air dan mandi, dan harus menjaga sikap juga tutur kata, tidak boleh berkata kotor dan kasar.
Kegiatan PHKom Montong Baan
Sejak awal PHKom Montong Baan didirikan, berbagai kegiatan telah banyak dilakukan, mulai dari memperkenalkan PEREMPUAN AMAN kepada anggota atau calon anggota, merancang dan sekaligus mendiskusikan membuat Sekolah Adat. Kemudian dalam upaya peningkatan ekonomi diupayakan dalam praktik membuat kerajinan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti membuat kerajinan tangan dari daun lontar dan ketek. Kegiatan tersebut di harapkan bisa membuka lapangan pekerjaan dari usaha yang dikelola Masyarakat Adat sendiri.
Di samping itu, PHKom Montong Baan juga menyediakan alat tenun sebagai sarana belajar bagi yang tertarik menenun. Kemudian ada juga kegitan mengolah limbah plastik menjadi barang berguna dan memiliki nilai jual. Selain mengurangi sampah plastik, sehingga lingkungan menjadi bersih, kegiatan ini juga menghasilkan uang. Di samping itu, PHKom Motong Baan juga mengembangkan keterampilan lalu menjadikan usaha, misalnya pembuatan kerajinan tangan, membuat piring lidi, pembuatan anyaman rotan, hingga pengolahan bambu untuk menjadi gelabang dan seterusnya.
Dalam upaya mendorong pengembangan usaha, PHKom Montong Baan juga berupaya menyediakan modal mandiri dengan cara mengadakan arisan bulanan anggota, yang diundi setiap satu bulan sekali. Akan tetapi arisan dibuat bukan hanya untuk menyediakan modal usaha,, akan tetapi sejak awal ruang pertemuan arisan dimaksudkan agar membangun hubungan emosional.
Pengelolaan Hasil Pertanian
Di samping aktivitas membuat kerajinan, anggota PHKom Montong Baan juga memiliki aktivitas mengolah hasil pertanian. Keterlibatan perempuan Adat misalnya dalam mengolah kedelai menjadi tempe, keripik ubi dan keripik pisang, membuat rengginang, kopi, kerupuk tepung, dan jamu bubuk. Meski keterbatasan menyertai usaha pengolahan hasil pertanian, namun perlahan dan pasti Perempuan Adat Montong Baan terus berupaya keluar dari kendala-kendala yang di hadapi. Seperti berbatasnya pasokan bahan baku lokal yang berkualitas, kurangnya teknologi pengeringan (utamanya untuk pembuatan bubuk jamu, regginang dan kerupuk tepung), masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan bahan baku hingga soal pemasaran yang masih terbatas.
Usaha Kolektif PHKom Montong Baan
Perempuan Adat Montong Baan memiliki kelembagaan ekonomi kolektif yang lahir dari inisiatif PHKom Montong Baan. Pembentukan kelompok ini dimulai tahun 2019 dan tidak di inisiasi karena adanya dukungan program, melainkan karena kebutuhan untuk peningkatan ekonomi rumah tangga Perempuan Adat. Kelompok Usaha ini bernama “Kelompok Maju Bersama”, yang struktur kepengurusannya sama dengan struktur PHKom Montong Baan,. Kelompok Maju Bersama ini memiliki beragam aktivitas produksi seperti membuat bubuk jamu, memproduksi kopi bubuk, membuat rengginang, membuat sambal cabai kering hingga memproduksi bolu, brownis, dodol dengan bahan baku labu yang ditanam di kebun. Pada tahun 2021, Kelompok Maju Bersama ini mendapatkan dukungan dari AMAN berupa pembelian bahan baku dan alat sebesar 75.000.000 untuk pembuatan jamu.
Kelompok Maju Bersama ini bertahap mulai membantu ekonomi rumah tangga Perempuan Adat dalam meningkatkan pendapatan. Apalagi keterampilan membuat jamu merupakan keahlian yang mereka miliki dari para leluhur. Hanya saja, usaha produksi Kelompok Maju Bersama ini memiliki beberapa kendala, di antaranya adalah keterbatasan modal dan alat. Utamanya mesin penggiling, pengemasan produk masih sederhana, strategi penjualan masih terbatas, belum memanfaatkan media sosial, penjualan terbatas, masih mengandalkan jaringan organisasi dan individu. Termasuk belum memiliki rumah produksi khusus dan izin BPOM, serta produksi masih belum rutin dan masih terbatas karena bergantung pada cuaca dan juga pesanan.
Masalah-masalah yang dihadapi PHKom Montong Baan
Di atas telah disebutkan beberapa masalah-masalah yang dihadapi PHKom Montong Baan, terutama kendala dalam mengembangkan usaha kolektif di tengah krisis yang terjadi. Namun jauh sebelum terbentuknya PHKom Montong Baan, di mana pada tahun 1998 Montong Baan adalah salah satu daerah penghasil tembakau yang sangat menguntungkan bagi masyarakatnya. Akan tetapi harga komoditas tembakau turun drastis sejak tahun 2002 sampai sekarang. Meski tetap menanam tembakau, akan tetapi hasil tidak sebanding dengan curahan tenaga dan modal, karena itu tidak sedikit yang terjerat utang kepada para rentenir.
Pada masa kejayaannya, hampir semua pekarangan rumah dibangun gudang permanen penyimpanan tembakau dan pengeringan. Akibatnya, hingga tidak ada aktivitas menanam berbagai jenis sayuran dan tanaman lainnya. Dengan kata lain, sejak masa itu hingga sekarang, Perempuan Adat tidak memiliki akses dan kontrol pada pekarangan. Penyempitan pekarangan makin parah dengan banyaknya pembangunan rumah penduduk. Kebutuhan yang biasanya dihasilkan dari pekarangan, saat ini sebagian besar harus dibeli.
Selain karena pertumbuhan jumlah penduduk, alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian juga dirasa makin menambah daftar kebutuhan pangan yang harus dibeli oleh Perempuan Adat. Lahan sawah dan kebun dibeli oleh beberapa perusahaan yang datang tiga tahun belakangan ini. Lahan tersebut digunakan untuk gudang tembakau, semen, sekolah, rumah sakit, dan perumahan. Hal itu makin parah dengan perubahan iklim dan cuaca yang melanda dalam tiga tahun belakangan ini, iklim dan cuaca makin tidak menentu, membingungkan Masyarakat Adat menentukan apa yang mesti ditanam dan juga menangani perubahan cuaca. Akibatnya, berbagai jenis tanaman gagal dipanen sehingga pendapatan rumah tangga makin hari makin menurun, sementara kebutuhan makin meningkat. Misalnya saja harga pupuk dan pestisida semakin mahal di tengah banyak penyakit dan hama menyerang tanaman.
Masalah lainnya adalah krisis sosial yang terjadi di Montong Baan antara lain peredaran narkoba, pencurian dan pernikahan dini. Hal itu disebabkan karena banyak pemuda bekerja di sektor parawisata di Bali dan Lombok pada masa sebelum pandemi Covid 19, namun karena terjadi pandemi, banyak pemuda yang pulang kampung. Para pemuda tersebut membawa kebiasaan mengonsumsi narkoba, kebutuhan memaksa mereka untuk mencuri berbagai barang-barang untuk mencukupi kebiasaan konsumsi narkoba. Berbagai barang seperti smartphone, sepeda motor, bahkan tabung gas ukuran 3 kilogram banyak yang dicuri.
Selain itu, pernikahan dini, tekanan ekonomi dan budaya patriarki membuat Perempuan tidak berdaya.. Pernikahan dini membuat banyak anak Perempuan muda mengalami perceraian dan kematian bayi atau paling tidak bayi mengalami stanting.
Sementara, masalah lingkungan yang terjadi adalah mulai menurunnya fungsi sungai. Sekarang air sungai keruh dan air menyusut. Ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat, yang sering kali membuang sampah rumah tangga ke sungai, terutama tidak adanya sistem pengolahan sampah. Masih banyak orang yang membuang sampah rumah tangga ke sungai, akibatnya, Perempuan Adat mulai berkurang memanfaatkan sungai untuk mencuci dan mandi.
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954