Pengurus Harian Komunitas (PHKom)
PHKom Menteng berada di Kampung Menteng, Desa Amplas, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Dahulu, Kampung Menteng bernama Kampong Tualang Pesu Menteng, kemudian setelah pemekaran desa pada tahun 1980, nama Tualang Pesu tidak digunakan lagi sebagai nama lengkap kampung. Jauh sebelum itu, Menteng merupakan hutan belantara, orang pertama kali membuka hutan untuk pemukiman dilakukan oleh suku pendatang dari Tapanuli Selatan dan Karo, bersama suku asli Melayu.
Ketika itu para pendatang berada di bawah kepemimpinan Kesultanan Deli yang menerapkan hukum islam dan mengharuskan suku pendatang menjadi suku asli atau suku melayu dan meninggalkan marga asal. Luas wilayah Adat Menteng sekitar 155 hektare, sementara wilayah dikelola seluas 96,7 hektare. Wilayah Adat Menteng Tualang Pusu memiliki batas-batas wilayah Adat sebagai berikut: di bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Denai, Kotamadya Medan. Di bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Amplas, Kotamadya Medan. Di bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Medan Tenggara, Kotamadya Medan dan di bagian timur berbatasan dengan Desa Amplas, Kabupaten Deli Serdang.
Pembentukan dan Pergantian Pengurus PHKom Menteng
Sejak tanggal 18 Februari 2016, Perempuan Adat Kampong Menteng membentuk organisasi PEREMPUAN AMAN yang di inisiasi oleh Pengurus Kampung dan kesepakatan 28 orang Perempuan Adat Menteng. Pada awalnya, Perempuan Adat di Menteng sering sekali di anggap tidak memiliki kemampuan dalam berorganisasi, apa lagi menjadi pemimpin. Namun, melalui organisasi PEREMPUAN AMAN, Perempuan Adat belajar mengenali jati dirinya, hakn-hak Perempuan Adat dan membangun kapasitas. Seiring waktu berjalan, dengan wadah perjuangan ini, Perempuan Adat mulai merebut posisi strategis di kelembagaan Adat dan terlibat di dalam ruang pengambilan keputusan di tingkat kampung, desa dan lain sebagainya.
Pada awal dibentuk, Temu anggota PHKom Menteng yang pertama kalinya telah memberikan mandat kepada kepengurusan kepada: Ketua: Meliana Yumi, Sekretaris: Wan Siti Asmalina dan Bendahara: Cut Nismah. Kepengurusan tersebut dimulai sejak periode 2015 sampai 2020. Perempuan Adat yang bergabung dengan PHKom Menteng terdiri dari suku melayu, karo, batak, dan jawa.
Selang waktu setahun, Oktober 2017, PHKom PEREMPUAN AMAN Menteng memutuskan untuk mengadakan Temu Daerah yang bertempat di sekretariat BPRPI (Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia) di Kampong Menteng Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Anggota PHKom PEREMPUAN AMAN Menteng bersepakat melakuka pergantian pengurus sebelumnya, Temu Daerah memberikan mandat kepengurusan kepada: Ketua: Dewi Sutianingsih. Sekretaris: Tantri Meilisa dan Bendahara: Nita Anggraini.
Dua tahun kemudian, September 2019, Temu Daerah kembali dilaksanakan di lokasi yang sama, yaitu di kampong Menteng. Temu Anggota ini dilaksanakan dalam rangka kesepakatan pergantian pengurus antar waktu, sehingga mandat pengurusan diberikan kepada: Ketua :Muliana Syafitri, Sekretaris: Tantri Merlisa, dan Bendahara: Rostiana Br Ginting. Kemudian Temu Daerah yang paling terbaru dilaksanakan pada 22 Juli tahun 2021, Temu Daerah kali ini secara virtual karena sedang menghadapi situasi pendemi Covid 19. Anggota yang hadir bersepakat memberikan mandat kepengurusan kepada: Ketua: Rostina Ginting, Sekretaris: U’un Yanti dan Bendahara: Juraida Ginting.
Keanggotaan PHKom Menteng
Jumlah anggota PHKom Menteng saat ini berjumlah 63 Perempuan Adat yang memutuskan terlibat perjuangan kedaulatan Masyarakat Adat. Anggota PHKom Menteng terdiri dari beragam usia, berdasarkan data anggota dibagi tiga kategori usia, pemuda sebanyak 19,05% dari jumlah anggota, dewasa 47,62%, lansia 7,94% dan sebanyak 25,40% belum diketahui. Seluruh anggota PHKom Menteng berasal dari komunitas Kampong Menteng yang menyebar di kecamatan Persuit Sei Tuan dan Medan Denai.
Keahlian atau kecakapan yang di miliki oleh anggota PHKom Menteng cukup beragam, mulai dari kader penggerak Posyandu, Program keluarga kesejahteraan keluarga (PKK), memiliki pengetahuan tentang benih dan lain sebagainya. Kecakapan terbanyak yang dimiliki anggota adalah mengolah hasil pertanian sebanyak 66,67% dari jumlah anggota. Selain itu, kecakapan terbanyak kedua yaitu bertani sebanyak 22,22%, kecakapan lainnya ialah keahlian menganyam, menjahit, membuat Kue kering, memasak, membuat kerajinan tas dari limbah dan cukup banyak Perempuan Adat memiliki keahlian lebih dari satu.
Selain memiliki kecakapan yang beragam, anggota PHKom Menteng juga memiliki pengalaman yang beragam. Pengalaman keterlibatan Perempuan Adat dalam berbagai pelatihan keterampilan, termasuk membangun kapasitas atau keterlibatan dalam organisasi. Misalnya saja, beberapa anggota pernah turut serta dalam aksi unjuk rasa, pernah mengikuti pelatihan pemilu, pelatihan Program Nasional Pemberdayaan (PNPM) pembangunan desa, pengurus organisasi, dan lain sebagainya. Di samping itu, jika dilihat dari pengaruh lembaga atau tokoh dalam di WP PHKom Menteng, sebagian besar atau sebanyak 26,98% anggota PHKom Menteng menilai pemangku Adat memiliki pengaruh. Kemudian tokoh agama 6,35%, tokoh masyarakat 4,76% dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebanyak 1,59% dari jumlah anggota.
Wilayah Kelola PHKom PEREMPUAN AMAN Menteng
Bentang alam komunitas Adat Menteng terdiri dari pemukiman, kebun pekarangan, kebun/ladang, sungai dan perbukitan keramat. Seluruh wilayah kelola Masyarakat Adat teramat penting bagi keberlangsungan hidup Masyarakat Adat Menteng, sebab segala kebutuhan bersumber dari bentang alam yang ada. Misalnya saja pekarangan yang dimanfaatkan untuk menanam berbagai jenis tanaman kebutuhan sehari-hari, mulai dari sayuran, buah-buahan, tanaman obat, tempat pembibitan dan kadang ternak. Di samping itu, kebun pekarangan juga menghasilkan pendapatan rumah tangga. Seperti halnya Perempuan Adat Menteng membuat tali dari serat batang pisang batu yang banyak tumbuh sumbur di kebun. Termasuk tali dan daun pisang batu dijual untuk tambahan penghasilan.
Sebagian besar kebutuhan dapur didapat dari apa yang ditanam Perempuan Adat sendiri, mulai dari daun singkong, kangkung, bayam, sawi, terong, cabai, jagung, umbi-umbian, kacang panjang dan seterusnya. Tidak hanya untuk di konsumsi, beberapa jenis sayuran juga diperdagangkan: kangkung, jagung, umbi-umbian, kacang panjang dan lain sebagainya. sekaligus buah-buahan juga ditanam oleh Perempuan Adat, seperti rambutan, durian, mangga, nangka, jambu air, jambu batu, nanas, pinang, dan kakao. Sementara, jenis buah-buahan yang paling banyak dijual adalah rambutan, jambu air, mangga, pinang dan cokelat.
Tanaman pekarangan tidak hanya berfungsi sebagai sayuran atau pelengkap bumbu masakan. Beberapa tanaman berguna sebagai obat, seperti jahe, kunyit, serai, kencur, serai wangi, daun salam, daun jeruk, lengkuas dan seterusnya. Lengkuas adalah salah satu jenis tanaman obat yang banyak digunakan baik untuk kepentingan konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan komersial dalam skala kecil. Perempuan Adat juga mengembangkan upaya pembibitan di pekarangan seperti bibit cabai dan sayuran untuk kemudian dipindahkan ke kebun setelah masa pembesaran. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan protein, pekarangan menjadi tempat tenak ayam, kambing, bebek dan entok. Hasil ternak skala kecil tersebut utamanya di konsumsi sendiri maupun dijual untuk beragam kebutuhan.
Sedangkan, di ladang atau kebun terdapat juga beragam jenis tanaman, seperti umbi-umbian, jagung, padi, pisang, buah-buahan (rambutan, pisang, jambu air, jambu batu, salak, rukam, duku, pala, asam, sayuran dan lainnya. Di samping itu, Kebun juga menjadi tempat Ritual Adat kenduri, atau memilih benih yang baik untuk ditanam. Sementara, dalam membuka ladang, terdapat aturan Adat yang diterapkan dan dikontrol oleh Pemangku Adat yang salah satu larangannya yaitu tidak diperbolehkan melakukan penebangan pohon secara liar atau yang tidak perlu.
Kemudian wilayah kelol sungai yang berada di dalam Masyarakat Adat Menteng memiliki manfaat sebagai sumber kebutuhan air untuk mencuci piring, mandi, menyiram kebun, termasuk mendapatkan ikan dengan cara memancing. Salah satu sungai tersebut bernama Sungai Parit 9. Namun, belakangan ini sungai dipenuhi dengan keramba-keramba ikan. Masyarakat mulai membuat sekat-sekat di sungai untuk pembuatan kolam-kolam ikan dan mulai menghasilkan beragam jenis ikan yang tujuannya untuk keperluan komersial seperti ikan lele dan nila.
Wilayah Adat Menteng Tualang Pesu juga dikenal dengan julukan Binjai Amplas karena banyak terdapat tanaman pohon binjai atau sejenis pohon asam. Selain itu, Menteng memiliki bukit kembar bernama Tualang Pusu. Nama Tualang diambil dari nama pohon besar, sedangkan Pesu berarti bukit dan terdapat makam Panglima Danai. Di sana lah Ritual Adat dilakukan sekaligus menjadi tempat menanam berbagai tanaman keras seperti melinjo, nangka, kemiri dan sebagainya. Selain itu, tempat keramat ini juga berfungsi bagi Perempuan Adat untuk mencari obat-obatan tradisional, kayu bakar untuk kebutuhan memasak dan tempat di mana anak-anak bermain sambil menunggu orang tua bekerja di ladang.
Akses dan kontrol pada wilayah kelola kebun serta hasilnya dimiliki dan dikuasai oleh setiap rumah tangga di Masyarakat Adat. Khusus kebun pekarangan, keputusan mengelola ada di tangan Perempuan Adat, soal apa yang akan ditanam dan bagaimana memanfaatkan hasil pekarangan. Sedangkan, laki-laki hanya terlibat dalam perawatan pekarangan. Berbeda halnya dengan kebun, di mana laki-laki lebih banyak berperan dalam bentuk aktivitas mengolah lahan hingga perawatan kebun. Mencakup aktivitas membabat rumput, menjektor, membuat bedengan, menyiram, memupuk, dan lain sebagainya.
Sedangkan Perempuan Adat lebih banyak terlibat pada aktivitas menabur benih, membersihkan gulma, panen dan menjual hasil kebun. Aturan yang berlaku umum pada dua ruang di atas adalah larangan mengambil hasil tanpa seizin pemilik, terkecuali untuk kebutuhan makan dengan jumlah sedikit, tidak untuk dijual. Selain larangan itu, terdapat larangan membuang sampah sembarangan di pekarangan, hal itu merupakan tindakan melanggar aturan Adat yang tidak tertulis.
Begitu juga di sungai, pihak yang dipercayai menjaganya ialah lembaga Adat dan pengurus kampung, termasuk masyarakat yang membuat kolam-kolam ikan di sungai juga memiliki peran menjaga sungai. Misalnya saja, larangan membuang sampah, mengambil ikan di kolam milik seseorang. Namun akses pada sungai sangat terbuka untuk semua orang, pada umumnya sungai menjadi tempat kegiatan memancing ikan lele, belut dan ikan gabus.
Selain itu, kontrol atas Bukit Tualang Pusu yang dipegang oleh Lembaga Adat. Di tempat keramat ini, Masyarakat Adat dikenakan beragam aturan seperti tidak boleh menebang pohon tua tanpa izin. Termasuk juga tidak boleh berkata kata kotor, berbuat maksiat, serta tidak boleh mempunyai niat buruk karena dipercaya akan langsung terkena dampaknya.
Masalah-Masalah Yang Di Hadapi PHKom Menteng
Sudah sekian lama Masyarakat Adat mengalami berbagai bentuk penyingkiran dari ruang hidupnya, namun pada tahun 2018, gerakan Perempuan Adat sempat berhasil menduduki kembali ruang hidupnya. Pendudukan kembali yang dilakukan Perempuan Adat di awali dengan membuat kebun kolektif di pekarangan. Namun, belum lama menduduki ruang hidupnya, Masyarakat Adat, termasuk Perempuan Adat Menteng kini menghadapi berbagai permasalahan yang menyertainya. Pekarangan mulai terdesak dengan pembangunan pemukiman penduduk yang semakin banyak, sehingga lahan pekarangan semakin menyempit. Akibat dari penyempitan pekarangan, Perempuan Adat memiliki pekarangan yang cukup luas untuk menanam beragam sayuran, obat-obatan, rempah, buah-buahan dan seterusnya. Begitu juga dengan kebun, yang semakin menyempit akibat berbagai pembangunan, seperti pemukiman, sarana ibadah, kuburan dan beragam bangunan yang menyertainya.
Sementara permasalahan yang menimpa sungai adalah penyumbatan aliran sungai karena sampah yang terlalu banyak, hingga menumpuk dan air sungai tidak mampu mengalir. Akibatnya sungai parit 9 mengalami pendangkalan. Hal itu juga disebabkan oleh aktivitas penyekatan kolam ikan dan limbah atau sampah rumah tangga. Kondisi tersebut semakin parah dengan penimbunan beberapa bagian sungai untuk jalan penyambung antar lorong. Akibatnya, air sungai tidak lagi layak untuk di konsumsi dan kebutuhan sehari-hari lainnya, seperti mencuci piring, dan mandi. Kini, di Sungai hanya menjadi tempat aktivitas memancing
Berdasarkan hasil asesmen ekonomi PHKom PEREMPUAN AMAN Menteng 2020, Masyarakat Adat Menteng dalam pemenuhan kebutuhan air sebagian besar didapatkan dengan cara membeli. Pengeluaran uang untuk air, masuk pada kategori pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan lainnya, yaitu 50% dari jumlah responden menyatakan demikian.
Kemudian hutan keramat Tualang Pusu juga mulai di pandang berbeda sejak tahun 1997, banyak orang dari berbagai luar daerah datang dengan tujuan melakukan titirah dan bertapa di hutan tersebut. Sebagai konsekuensinya, aktivitas Masyarakat Adat termasuk Perempuan Adat merasa terganggu, bahkan segan untuk memasuki wilayah hutan karena banyak orang luar. Akibatnya, Perempuan Adat mulai jarang memanfaatkan hutan keramat dan jarang melakukan Ritual Adat di tempat tersebut.
Pemulihan Krisis Sosial-Ekonomi
Krisis sosial yang sering kali terjadi ialah kesulitan mengajak anggota Masyarakat Adat, Perempuan dan pemuda untuk aktif terlibat dalam organisasi dan kegiatan sosial budaya. Secara perlahan, setelah pendudukan kembali wilayah Adat, masyarakat banyak berfokus pada kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan di dalam rumah tangganya sendiri. Selain itu, konflik antar masyarakat juga mulai tinggi. Konflik ini utamanya berkaitan dengan kecemburuan atas bantuan teknis. kemudian konflik dan ketegangan antara masyarakat yang ingin mempertahankan wilayah tersebut sebagai wilayah Adat atau bukan wilayah Adat. Serta tingkat kepercayaan terhadap lembaga adat dan lembaga desa juga mulai melemah.
Namun, mulai muncul inisiatif dari beberapa penggiat dan penggerak Masyarakat Adat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Misalnya, dengan cara mengaktifkan kembali lembaga dan musyawarah Adat terutama yang dilakukan oleh PHKom PEREMPUAN AMAN Mentang yang mencoba mengaktifkan kembali organisasi pemuda dan Perempuan. Termasuk mendorong para Perempuan Adat agar masuk dalam struktur pemerintahan dan terlibat dalam pengambilan keputusan publik.
Selain krisis sosial, krisis ekonomi atau dipandang kecenderungan penurunan pendapatan dari hasil pertanian. Persoalan ini terutama diakibatkan oleh harga komoditas dengan cepat mengalami turun naik, rantai pasokan komoditas terlalu panjang, bibit dan pupuk mahal, serta ketergantungan pada input pertanian yang serba kimia serta harganya mahal. Sejauh ini belum banyak inisiatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Namun beberapa Perempuan Adat mulai mengganti input pertanian kimiawi menjadi pupuk organik pada praktik barter pakan rumput dengan pupuk kandang.
Di samping itu, mengolah hasil pertanian juga dilakukan sebagai upaya menghasilkan pendapatan tambahan, seperti membuat keripik pisang, pengolahan teh bunga teleng, penggantian jenis bibit sayuran dan lain sebagainya. Namun kendala usaha pengolahan hasil pertanian adalah ketersediaan pisang yang tidak memadai. Karena lahan pertanian terlampau sempit aki batberbagai alih fungsi lahan pertanian. Penghasilan yang minim memaksa setiap keluarga memiliki utang kepada berbagi pihak, seperti Bank, koperasi, Leasing, majikan dan saudara. Dari berbagai pihak tersebut, PHKom Menteng sebagian besar memiliki utang kepada saudara yaitu sebanyak 40,7% dari total responden menyatakan demikian. (asesmen Ekonomi PHKom PEREMPUAN AMAN Menteng 2020).
Sejak pendudukan wilayah kelola dan dibentuknya PHKom Menteng, upaya menjawab peningkatan ekonomi juga dilakukan dalam bentuk ekonomi kolektif, mulai dari kebun kolektif, ternak ikan, membuat eco enzim, dan membuat cuka apel. Semua jenis usaha kolektif tersebut merupakan inisiatif yang datang dari Perempuan Adat dan pada dasarnya Perempuan di Menteng memiliki lebih banyak keterampilan ekonomi. Meski pada praktiknya sama sekali tidaklah mudah, banyak berbagai kendala dan tantangan, salah satunya karena pandemi covid 19, di mana semua orang kehilangan sebagian besar penghasilannya, sehingga daya beli menjadi menurun. Namun, di samping membangun usaha kolektif, usaha skala kecil tetap dijalani dan memanfaatkan wilayah kelola yang tersisa, sembari membangun usaha kolektif hingga membesar dan menghasilkan.
Kegiatan PHKom Menteng
Besar harapan Perempuan Adat Menteng memiliki kemandirian ekonomi, untuk mencapai harapan tersebut berbagai upaya telah dilakukan sejak dibentuknya PHKom Menteng. Kegiatan Peningkatan ekonomi diupayakan dengan beragam cara, mulai dari berbagai pelatihan keterampilan: mengembangkan usaha, mempelajari mutu produk dan bagaimana cara memasarkan produk dan lain sebagainya. Sejauh ini, produk yang dihasilkan Perempuan Adat berupa produk Halua (manisan), dendang nangua, Nugget lele, keripik pisang, ubi dan seterusnya.
Di samping berkegiatan meningkatkan ekonomi, PHKom juga berupaya melestarikan kebudayaan, seperti ritual, berbagi benih yang di produksi sendiri, membuat obat-obatan tradisional dan keterampilan lainnya. Seluruh kegiatan itu di dokumentasi oleh Perempuan Adat, termasuk hal-hal yang berbau kritis tentang hak Perempuan Adat. Mendokumentasikan Seluruh aktivitas merupakan hal yang terus dipelajari Perempuan Adat dan hasilnya di publikasi di media sosial bersama ataupun akun pribadi.
Kemudian, sebagai sebuah organisasi, PHKom PEREMPUAN AMAN selalu mengadakan pertemuan rutin yang disesuaikan dengan kebutuhan, tetapi paling tidak pertemuan dilakukan satu bulan sekali. Dalam pertemuan rutin tersebut, Perempuan Adat melakukan evaluasi-refleksi langkah demi langkah perjuangan. Dalam pertemuan rutin hanya tidak hanya dengan anggota PHKom Menteng, melainkan dengan berbagai pihak, terutama dalam rangka konsolidasi. Termasuk penguatan anggota PEREMPUAN AMAN yang berada Kampong Rejo, yang wilayah Adatnya dirampas PTPN II. Selain itu, PHKom Menteng juga menyempatkan waktu untuk mengajar di Sekolah Adat Telangkai, tetangga Kampung Menteng.
PHKom Menteng turut serta dan aktif membantu memfasilitasi dalam proses mendirikan Wilayah Pengorganisasian PHKom Sekacang, PHKom Tajang Gusta dan PHKom Terjun. Juga turut serta dalam penggalian data untuk bahan pengajuan Peraturan Daerah Sumatera Utara, termasuk melakukan audiensi dengan DPRD Sumatera Utara GTRA dan terlibat dalam Rancangan Peraturan Daerah Masyarakat Adat (Raperda MA) Sumatera Utara. PHKom Menteng dan BRPI selalu bahu-membahu atau bekerja sama dalam beberapa hal, misalnya dalam pemilihan kepengurusan kepala Kampung Menteng atau Dewan Adat Kampung dan musyawarah penambahan nama kampung Menteng menjadi Menteng Tualang Pesu. Termasuk selalu ikut-serta dalam kegiatan penguatan kapasitas (mengikuti seminar nasional, tema implikasi dan pembelajaran Hutan Adat Indonesia, termasuk terlibat dalam penggalian data SDGs (pembangunan berkelanjutan) dan seterusnya.
Begitu juga pada Kongres KMAN V, dengan suka rela, PHKom Menteng menjadi panitia dalam kongres KMAN V pada tahun 2017 di Medan, tepatnya di Tanjung Gusta. PHKom Menteng berpartisipasi sejak persiapan lokasi sarasehan, registrasi peserta, terlibat rapat, konsolidasi persiapan kongres di KMAN V, dan memberikan bantuan berupa peralatan gelas piring, sembako dan seterusnya.
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- rumah-pa@perempuanaman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954