Pengurus Harian Daerah (PHD)
Wilayah Pengorganisasian PHD Langkat berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hingga saat ini, terhitung kurang lebih enam tahun PHD Langkat berdiri, semenjak didirikan 8 Oktober 2016 yang bertempat di Kampung Durian Selemak, kabupaten Langkat. Ketika itu, sejumlah 30 Perempuan Adat mendirikan PHD Langkat sebagai sarana untuk memperjuangkan, mempertahankan sekaligus mendapatkan kembali hak dan pengakuan Masyarakat Adat, termasuk keberadaan Perempuan Adat. Anggota PHD Langkat berasal dari empat suku: Melayu, Mandailing, Jawa dan Batak. Suku terbanyak adalah suku Melayu sebanyak 74,47% dari jumlah anggota.
Kepengurusan PHD Langkat yang pertama periode 2016 sampai 2021, berdasarkan Temu Daerah hasil musyawarah memutuskan pengurus sebagai berikut: Ketua: Rushayati. Sekretaris: Rosmita Br Siahaan dan Bendahara: Masrifah. Sementara itu, pada Temu Anggota kedua yang dilaksanakan pada 21 Oktober 2021, pertemuan dilaksanakan secara virtual dan dihadiri oleh 23 anggota PHD Langkat di Kampung Pertumbukan. Dalam Temu Daerah kedua tersebut PHD Langkat sepakat memberikan mandat kepengurusan PHD Langkat pada periode 2021 hingga 2026 dipercayakan kepada Ketua: Rushayati, Sekretaris: Afridayanti dan Bendahara: Mahyanun.
Saat ini, anggota PHD Langkat berjumlah 47 Perempuan Adat yang berasal dari 5 komunitas yaitu komunitas Selemak, Sekemak, Sei Benang, Kuwala Begumit, Kampung Pertumbukan dan Batu Gajah. Komunitas tersebut tersebar di empat kecamatan antara lain : kecamatan Wampu, Stabat Selesai, dan Medan Denai. Anggota PHD PEREMPUAN AMAN Langkat paling banyak tersebar di Kecamatan Selesai dan Wampu, tepatnya di Desa Pertumburan sebanyak 55,32% dari jumlah anggota dan sisanya menyebar di berbagai Desa, Desa Kuala Begumit, Mancang, Selemak dan lain sebagainya.
Sebagian besar pekerjaan anggota PHD Langkat ialah petani sebanyak 46,81% dari jumlah anggota dan pekerjaan ibu rumah tangga cukup banyak yaitu sebesar 25,53%, sisanya wiraswata 4,26%, dan sisanya masih bekerja untuk orang lain, tidak memiliki tanah (landlees). Sementara itu, kecakapan yang memiliki anggota PHD Langkat sebagian besar adalah mengolah hasil pertanian atau laut sebanyak 87,23% dari jumlah anggota dan memiliki kecakapan bertani yaitu 36,17%. Kemudian pengalaman ikut aksi/demonstrasi cukup banyak yaitu sebanyak 23,40% dari jumlah anggota dan anggota yang pernah menjadi bagian dari kelembagaan adat sebanyak 17,02%. Sedangkan kecakapan lainnya mencakup: Kader penggerak Posyandu dan kader penggerak PKK (Program kesejahteraan Keluarga).
Kemudian keberadaan kelompok-kelompok Perempuan di komunitas, Kampung atau Desa. Anggota PHD Langkat menyebutkan sebanyak 27,66% keberadaan kelompok Arisan, perwiritan (pengajian) sebanyak 8,51% dan Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) 6,38%. Keberadaan kelompok yang paling sedikit ialah lembaga keagamaan (2,13%) dan lembaga Adat (2,13%). Sedangkan lembaga atau tokoh di komunitas atau Kampung yang dinilai memiliki pengaruh oleh anggota PHD Langkat yakni tokoh agama (12,77%) dan tokoh masyarakat (12,77%).
Wilayah Kelola Komunitas Adat Batu Gajah
Komunitas Adat Batu Gajah adalah salah satu Komunitas Adat yang bergabung dengan PHD Langkat, komunitas ini berada di Desa Mancang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Komunitas Adat Batu Gajah memiliki beberapa jenis wilayah kelola di dalam Wilayah Adat. Wilayah kelola ini dimiliki oleh keluarga atau individu yang mengelola/memanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Wilayah kelola komunitas Batu Gajah tersebut terdiri atas sawah, kebun, hutan dan ladang. Termasuk wilayah kelola yang jarang dimanfaatkan yakni sungai, rawa, dan laut.
Dari berbagai jenis wilayah kelola di atas, ladang merupakan wilayah kelola yang sebagian besar dimanfaatkan Komunitas Adat Batu Gajah, sebanyak 96,5% memiliki ladang dengan luas berkisar 400 hingga 1 hektare. Sementara sawah, kebun dan kolam ikan termasuk juga wilayah kelola yang dimanfaatkan anggota komunitas, dengan persentase masing-masing 3,4%. Akan tetapi ada ketimpangan kepemilikan ladang, sebanyak 3,4% anggota komunitas memiliki luas ladang dua hektare dan sebagian besar memiliki ladang 1 hektare dengan persentase 51,75, sedangkan luasan terkecil dimiliki oleh 20,7% anggota komunitas, yakni 400 meter persegi. Itu artinya, untuk memenuhi kebutuhan harian Komunitas Adat Batu Gajah, sebanyak 96,6% anggota komunitas memiliki lahan di bawah 2 hektare. (Sumber_SDGs PHD Langkat).
Wilayah kelola Komunitas Adat Batu Gajah utamanya adalah kebun, akan tetapi luasan kebun tidaklah lebih dari dari dua hektare, yang biasanya kebun berada tidak jauh dari rumah atau pekarangan. Kebun ditanami berbagai kebutuhan harian, mulai dari sayuran, kacang tanah, kacang panjang, cabai dan lain sebagainya. Termasuk pohon aren, durian, kayu dan seterusnya. Begitu juga dengan pekarangan. Sedangkan di ladang, meski saat ini tidak banyak yang memiliki ladang, tanaman utamanya adalah padi ladang yang di panen sekali dalam setahun. Jenis padi yang ditanam adalah padi lokal, jenis padi Rias, Jongkong, Kukubalan dan lain sebagainya. Ciri dari pertanian padi ladang ialah menanam secara bersamaan, untuk mengurangi serangan burung pemakan padi.
Dalam berladang padi, ada ritual yang biasa dilakukan, pertama Ritual Adat menanam benih yang dilakukan sehari sebelum menanam. Perlengkapan ritual ini antara lain: satu botol air putih, tepung tawar, tungkal atau sebatang tongkat kayu keras, seperti kayu kopi atau jenis lainnya, dan tempurung kelapa. Tungkal ditancapkan di tengah ladang, kemudian tepung tawar di masukan ke dalam tempurung kelapa dan di siram air. Ritual ini sebagai bentuk memohon keselamatan dan kesuburan padi.
Kedua, ritual menuai padi atau mengendong padi. Ritual ini juga dilakukan sehari sebelum menuai padi. Perlengkapan ritual ini hanya perlu selembar kain baru yang digunakan untuk menggendong 12 tangkai padi yang berkualitas kemudian dibawa ke rumah dan di gantung di perapi (tempat yang berada di atas tungku). Padi dipercaya sebagai tanaman yang punya perasaan dan merespons perlakuan, karena itu ritual ini sebagai bentuk permisi/pamit, rasa syukur serta memohon keberkahan padi.
Ketiga, setelah panen selesai, padi hasil panen disajikan berupa makanan olahan yang disebut emping. Makanan emping dibuat dari hasil padi yang sanggrai (dipanaskan di atas kuali) setengah matang, kemudian padi ditumbuk dalam lesung dan di tampi untuk memisahkan kulit dengan isi padi. Sebagai bumbu, disiapkan kuah yang terbuat dari santan kelapa, dan gula merah/aren, emping disajikan untuk di makan bersama-sama dengan anak-anak, tetangga dan kerabat. Praktik ini merupakan bentuk dari ras syukur terhadap pada yang sudah di panen.
Aktivitas PHD PEREMPUAN AMAN Langkat
Penguatan Ekonomi Komunitas
Penguatan ekonomi yang pernah di inisiasi PHD Langkat salah satunya peternakan lele, terutama di dua komunitas, Komunitas Adat Batu Gajah dan Komunitas Adat Patumbukan. Kegiatan ternak lele merupakan upaya ketahanan pangan komunitas dengan dana dukungan dari PEREMPUAN AMAN, terutama di masa pandemi covid 19 yang terjadi sejak tahun 2020 awal. Hampir semua Perempuan Adat yang berada di PHD Langkat tidak ada yang memiliki pengalaman beternak lele sebelumnya, akan tetapi, ternak lele dilakukan sembari mempelajari bagaimana ternak lele yang baik dan menghasilkan. Ratusan hingga ribuan bibit lele dibagikan ke komunitas-komunitas yang mau beternak lele. Termasuk pangan dan vitamin lele. Meskipun hasilnya belum maksimal, namun hasil beternak lele sebagian besar sudah bisa mencukupi kebutuhan konsumsi atau kebutuhan protein keluarga, kemudian berbagi dengan tetangga, saudara dan juga di jual untuk menambah pemasukan ekonomi. Masih di masa wabah pandemi covid 19, selain ternak lele. ternak bebek juga merupakan bagian dari penguatan ekonomi Komunitas Batu Gajah.
Selain itu, kegiatan penguatan ekonomi juga dilakukan dengan cara membuat kebun kolektif. Kebun kolektif dilakukan di komunitas Adat Petumbukan dengan luas lahan 7200 meter persegi. Lahan tersebut berada di pinggir Sungai Wampu. Berbagai jenis tanaman yang ditanam, mulai dari kacang panjang, kangkung, terong, cabai dan lain sebagainya. Akan tetapi,belum lama kebun kolektif di kelola Perempuan Adat dan baru menghasilkan satu kali panen kacang panjang, kebun kolektif ini terkena luapan air sungai karena pada saat itu musim hujan dan kebun tidak bisa digarap lagi.
Di samping itu, untuk membangkitkan semangat tumbuh dari kegagalan kebun kolektif dan ternak lele. Di samping dukungan dari PEREMPUAN AMAN Sekretariat Nasional dan PB AMAN (Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. PHD Langkat juga berinisiatif membuat layanan arisan uang yang di undi bulanan, tiga bulan sekali. Termasuk koperasi juga berfungsi sebagai layanan menunjang berbagai bentuk usaha komunitas, termasuk bertani sawit, jagung, ubi, pisang, buah-buahan, sayuran dan lain sebagainya.
Produksi Gula Aren
Keahlian membuat gula aren merupakan warisan dari leluhur, di Komunitas Batu Gajah hampir setiap keluarga memiliki pohon aren (merget), sekaligus setiap rumah tangga produksi gula aren sebagai penopang ekonomi harian. Paling tidak, satu keluarga memiliki lima hingga 10 pohon aren di kebun yang di sadap secara bergantian. Satu pohon aren mampu menghasilkan 15 hingga 20 liter air nira, 15 liter air nira setara dengan 6 sampai 7 kilo gram gula aren dengan proses memasak berjam-jam lamanya.
Komunitas Adat Batu Gajah percaya ada musim tertentu di mana hasil nira akan berkurang, musim ini disebut musim terek, khususnya pada musim kemarau disertai angin kencang. Selain itu, hasil nira juga dipercaya dipengaruhi oleh hubungan suami istri, jika hubungannya harmonis maka hasil nira akan lebih banyak, ketimbang tidak harmonis.
Air nira, selain diolah menjadi Gula aren, juga bisa digunakan menjadi bahan membuat cuka dan minuman tradisional dan kesehatan yakni tuak. Sementara gula aren biasanya digunakan untuk bumbu masakan, pemanis kue, campuran jamu, baik di konsumsi untuk pengidap penyakit diabetes dan lain sebagainya. Menjual gula aren tidaklah sulit, apa lagi dengan harga 18 hingga 20 ribu satu kilo gram, harga yang cukup terjangkau. Gula aren bisa di jual di sekitar kampung, tetangga, warung kopi/kedai kopi, tengkulak dan lain sebagainya. Selain itu, gula aren juga sangat dibutuhkan untuk acara pesta seperti pernikahan, kematian dan acara besar lainnya, sebagai salah satu bahan membuat kue dodol misalnya. Pesanan gula untuk satu kali pesta biasanya tidak kurang dari 20 hingga 30 kilo gram.
Aktivitas dan Keberhasilan PHD Langkat
Dalam kongres AMAN yang diselenggarakan di Kampung Tanjung Gusta, Sumatera Utara, PHD Langkat terlibat dan berpatisipasi secara penuh, mulai dari terlibat dalam berbagai rapat persiapan maupun ketika kegiatan kongres berlangsung. Kemudian mengurus peserta kongres, membantu dalam seluruh rangkaian kongres hingga sosialisasi dan konsolidasi kongres. Salah satu hasil dari kongres AMAN ke-5 keluarnya Surat Keputusan (SK) pengakuan wilayah adat dari kepala desa, untuk Kampung Tanjung Jati, termasuk di dalamnya pengakuan wilayah adat (pemukiman, kebun) Komunitas Batu Gajah.
Selain itu, PHD Langkat juga turut aktif dalam sarana membangun kapasitas Perempuan Adat. Mulai dari mengikuti workshop pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Kemudian berbagai konsolidasi PEREMPUAN AMAN dari beberapa Negara, mengikuti Himas dan hari ke 20 tahun AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Termasuk workshop kepemimpinan, kesetaraan gender, Gender Base Violence (GBV), pelatihan tentang keterampilan ternak lele di Kampung Tualang Pusu dan lain sebagainya. Berbagi kegiatan tersebut diselenggarakan oleh PEREMPUAN AMAN dan PB AMAN.
Pendudukan kembali Tanah Adat
- Perkebunan Nusantara II (PTPN 2) mencakup Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Langkat, Kotamadya Medan dan Kotamadya Binjai, Sumatera Utara. Perkebunan Nusantara ini mengembangkan komoditas tembakau, kelapa sawit dan tebu beserta pabrik pengolahannya, terdapat 2 pabrik gula dan 4 pabrik pengolahan kelapa sawit. PTPN 2 dikelola oleh tiga anak perusahaan yakni PT. Nusa Dua Bekala, PT Nusa Dua Propertindo, dan PT. Tembakau Deli Medika.(Sumber_https://ptpn2.com/) Sejak 2001 hingga 2021, Sumatera Utara kehilangan hutan yang diakibatkan perluasan perkebunan kelapa sawit seluas 108.209 hektare, paling tinggi terjadi pada tahun 2005, yakni seluas 14.007 hektare. https://map.nusantara-atlas.org/
Sementara itu, komunitas-komunitas Adat yang berada atas tanah ulayat sejak dahulu dipaksa dan disingkirkan dengan berbagai kekerasan dan kebrutalan PTPN 2 menggunakan polisi, tentara hingga preman. Salah satu komunitas Adat yang menolak untuk pasrah dan menjadi saksi kekerasan ialah Komunitas Adat Batu Gajah dan rakyat penunggu batu gajah, yang berupaya menduduki kembali, terutama sejak 2001 hingga 2011 puncaknya. Di awal-awal pendudukan, warga menanami lahan-lahan kosong di sela-sela tanaman (lapok) cokelat milik PTPN 2, lapok/tanah kosong ditanami pisang, umbi, termasuk sayuran. Baru saja menuai panen dan menikmati pertama, PTPN 2 membabi buta, sehingga mencabuti tanaman warga, membabat semua tanaman, termasuk merusak gubuk. Akan tetapi, upaya menduduki lahan tidak berhenti, malah makin banyak yang masuk ke area PTPN dengan membawa perlengkapan berkebun dan bekal makanan untuk membuka kebun di lahan PTPN.
Bentrok pun terjadi lagi hingga menimbulkan kerusuhan di mana-mana, PTPN makin marah dari sebelumnya. Selain ditangkap dan dipukuli, beberapa warga kena tembakan senjata api oleh polisi. Sementara tanaman warga ditebangi menggunakan gergaji mesin, dalam sehari sekitar 10 hektare kebun warga dihancurkan PTPN.
Sejumlah Perempuan Adat dan beberapa laki-laki juga ikut ditangkap hingga dikurung selama berbulan-bulan. Bahkan polisi dan perwira mengejar rakyat penunggu batu gajah hingga ke rumah-rumah warga dan sebagian warga terpaksa harus mengungsi ke hutan selama beberapa malam, sedangkan anak-anak dititipkan ke tetangga yang tidak terlibat dalam bentrokan.
Hingga pada akhirnya pada tahun 2005 pendudukan lahan sempat aman tanpa gangguan, warga menguasai kembali puluhan hektare lahan. Berbagai tanaman sayuran, pisang dan lain sebagainya mulai aman dan cukup menghasilkan. Bahkan tanaman buah-buahan sempat menghasilkan seperti rambutan, kelapa, durian, manggis dan seterusnya. Dari hasil tanaman tersebut terutama dalam rentang waktu 2005 sampai 2011, warga yang sebelumnya tidak mampu membangun rumah, mulai mampu membangun rumah, kemudian anak-anak mereka bisa menyelesaikan kuliah, menikah dan membeli kebutuhan seperti motor, barang-barang rumah tangga lainnya dan juga memperbaiki rumah. Termasuk di lahan tersebut rakyat penunggu Komunitas Batu Gajah sempat membangun kantor.
Hingga pada akhirnya, cerita kesejahteraan itu hilang dalam sekejap mata. Di tahun 2011 PTPN 2 mengerahkan beberapa unit alat berat (eskavator), truk beserta ratusan tentara, polisi dan preman bayaran untuk melenyapkan aktivitas Komunitas Adat Batu Gajah. Tanaman, gubuk dan kantor dalam hitungan jam tidak tersisa. Bentrokan dan kerusuhan kali ini lebih besar dari yang sebelumnya, tembakan peringatan dari polisi berhamburan, hingga seorang anak yang sedang digendong menangis ketakutan di pangkuan ibunya, kemudian satu demi satu orang ditangkap. Bahkan kali ini Perempuan Adat yang berada di garis depan perlawanan juga ikut ditangkap dan di kriminalisasi.
Kerusakan Sungai
Sungai Selesai termasuk salah satu sungai yang berada di wilayah kelola Perempuan Adat Batu Gajah. Sungai Selesai selain berfungsi untuk kebutuhan minum, masak, mandi dan mencuci, juga banyak ikan yang bisa didapatkan di Sungai Selesai. Cara mendapatkan ikan bisa dengan cara memancing atau membuat jebakan, jenis ikan yang didapatkan biasanya ikan mata merah, patung, dongdong dan lain sebagainya. Selain ikan, Sungai Selasai juga menjadi tempat bermain anak-anak.
Namun aktivitas tersebut tidak lagi bisa dilakukan, akibat berbagai hal. Pertama, sungai telah tercemar oleh limbah pabrik kelapa sawit yang membuang limbah ke Sungai Selesai akibatnya air sudah tidak lagi layak untuk di konsumsi, bahkan untuk mandi, termasuk penggunaan racun kimia untuk mendapatkan ikan . Kedua, pembuangan sampah berupa pelepah sawit ke sungai sehingga sungai menjadi banyak duri yang berbahaya. Ketiga, aktivitas perusahaan galian C (batu dan pasir sungai) kedalaman sungai makin hari maki dalam, sehingga tidak lagi aman untuk beraktivitas. Berbagai penyebab tersebut membuat Sungai Selesai tidak lagi menjadi tempat yang menyenangkan, malah sebaliknya, sungai menjadi tempat yang membahayakan bagi keselamatan kita.
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- rumah-pa@perempuanaman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954