Pengurus Harian Daerah (PHD)
Wilayah Pengorganisasian PHD Flores Barat Berada di Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2015, Perempuan Adat yang berasal dari tujuh komunitas Adat dan sepuluh suku mendirikan PHD Flores Barat sebagai sarana perjuangkan hak-hak Perempuan Adat.
Komunitas tersebut antara lain: komunitas Lage-Adak, Golo Munde, Golo Lebo, Legurlai, Ngkiong, Waturasi, dan Komunitas Gumat/Galang Magit. Sedangkan sepuluh suku tersebut antara lain: Suku Loge, Weong, Gumat, Mbawar-Tureng, Selek, Bui, Rasi, Raong, Racang Rengkam dan Suku Kende.
Temu Daerah Pertama dilaksanakan di Ledar, Desa Golo Munde, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur. Temu Daerah ini memberi mandat kepengurusan PHD Flores Barat selama periode 2015 sampai 2020 kepada: Ketua: Hildagardis Urni Danse. Sekretaris: Theresa Fatima Ida. Bendhara: Yustina Jenaut.
Temu Daerah Kedua, dilaksanakan di Desa Ngkiong Dora, Kec, Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Temu Daerah kedua ini memberikan mandat kepengurusan PHD Flores Barat periode Oktober 2021 sampai Oktober 2026, kepada, Ketua: Hildagardis Urni Danse, Sekretaris: Theresia Fatima Ida Bendahara : Yustina Jenaut.
Saat ini, Anggota PHD Flores Barat beranggotakan 50 Perempuan Adat, mengalami penambahan anggota dari komunitas Adat Cocol, Golo Lebo, dan Golo Linus. Anggota PHD Flores Barat terbagi menjadi tiga kategori usia, yakni usia dewasa sebanyak 40,00% dari jumlah anggota, pemuda 26,00% dan lansia 2,00%, sedangkan sisanya, sebanyak 32,00% anggota belum diketahui.
Persebaran anggota PHD Flores Barat tersebar di sepuluh (10) Desa yang berada di enam (6) Kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur. Nama-nama Desa tersebut sebagai berikut: Desa Urung Ndora, Ule, Ninto/Golo Munde, Sangkan Kalo, Ngikong Ndora, Gulo Munde, Kalang Magit, Kaju Wangi, Gunung dan Gulo Linus. Desa tersebut berada di enam Kecamatan yakni Kecamatan Elar, Elar Selatan, flores Barat, Kota Komba, Lamba Leda dan Poco Ranaka Timur. Anggota PHD Flores Barat terbanyak berasal dari Kecamatan Poco Ranaka Timur, yakni sebanyak 28,00% dari jumlah anggota.
Secara umum, pekerjaan anggota PHD Flores Barat sebagian besar adalah Petani, sebanyak 64,00% dari jumlah anggota. Selebihnya bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), guru dan Kepala Desa. Namun, tidak lah sedikit yang bekerja ganda, di samping bertani juga mengurus rumah tangga, begitu juga sebaliknya. Di samping pekerjaan, berbagai kecakapan juga dimiliki anggota PHD Flores Barat yang cukup beragam. Pertama, kecakapan “bertani” yang dimiliki oleh sebagian besar anggota, yakni sebanyak 62,00% dari jumlah anggota. Kedua, kecakapan “mengolah hasil pertanian” yang dimiliki oleh 44,00% anggota, dan ketiga “pengetahuan atau kecakapan tentang benih” sebanyak 40,00% dari jumlah anggota. Kemudian kecakapan dalam ritual adat dimiliki oleh 26,00% anggota, sedangkan PKK 12,00%, Posyandu 12,00%, Dukun Beranak 8,00% dan Kecakapan lainnya 6,00% (menenun dan mengajar).
Keberadaan kelompok-kelompok Perempuan di komunitas, kampung atau desa antara lain: kelompok Arisan 66,00%, arisan tenaga 40,00%, organisasi keagamaan 32,00%, pengurus adat 26,00% dan PKK 16,00% dari jumlah anggota. Sedangkan kelompok lainnya sebanyak 42,00%, meliputi kelompok Tani, organisasi pelajar atau mahasiswa, Kelompok Tenun, Koperasi simpan pinjam, pengrajin tempe, dan kelompok menganyam. Kemudian lembaga atau tokoh yang memiliki pengaruh sebagai berikut; Pemangku Adat memiliki pengaruh berdasarkan penilaian anggota PHD Flores Barat, sebanyak 62,00%, kemudian “tokoha masyarakat” 52,00%, tokoh agama 34,00%, pejabat/pemerintah setempat 20,00% dan LSM 14,00%.
Sementara itu, pengalaman yang di miliki oleh anggota PHD Flores Barat sangat beragam dan tidak sedikit anggota yang memiliki pengalaman lebih dari satu. Mulai dari “pengalaman mengurus organisasi” sebanyak 40,00% dari jumlah anggota. Organisasi yang diurus cukup beragam di antaranya mengurus organisasi Masyarakat Adat Ngkiong, PEREMPUAN AMAN, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Wilayah Nusa Bunga, organisasi Perempuan Adat, kelompok tenun, organisasi Masyarakat Adat Wai Kota, muda-mudi Katolik dan Organisasi Simpanan Pokok Pinjaman (SPP).
Kemudian pengalaman “mengikuti pelatihan” sebanyak 32,00% dari jumlah anggota. Pengalaman mengikuti pengembangan kapasitas dan penguatan atau keterampilan ekonomi antara lain: Pelatihan paralegal, advokasi, koperasi, mengikuti pelatihan JPIC (Justice, Peace, and Integration of Creation), pembukuan, pelatihan Hukum Kritis dan kesejahteraan keluarga. Termasuk pengalaman pelatihan membuat tempe, tenun kain ikat, pelatihan pemberdayaan komunitas, pertanian, pemberdayaan Masyarakat Adat dan Posyandu.
Selain itu, pengalaman menjadi “bagian dari Kelembagaan Adat” sebanyak 30,00% dari jumlah anggota. Mulai dari Komunitas Adat Ngkiong, Komunitas Perempuan Adat Loge dan lain sebagainya. Kemudian pengalaman menjadi penanggung-jawab pelaksanaan ritual, upacara, perayaan di Komunitas Adat sebanyak 28,00% dari jumlah anggota. Dan pengalaman lainnya di luar kategori di atas yakni sebanyak 16,00% sebagai berikut: pengalaman terlibat langsung sebagai penggerak demi lancarnya acara daat yang disebut Panti, terlibat dalam acara kampung yang di sebut Elak Taun dan Nopo Sekon dan pengelola Dana Desa. Termasuk Program Indonesia Pintar (PIP), kemudian terlibat aktif dalam koperasi sebagai anggota dan turut serta dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) IV (lima) di Tobelo. Dan terakhir pengalaman ikut dalam demonstrasi atau unjuk rasa sebanyak 26,00%, salah satunya demonstrasi menolak pertambangan batu bara.
Wilayah Kelola Komunitas Adat Sangkiong
Kebun, sawah dan Ladang.
Kebun merupakan wilayah kelola yang utama bagi Komunitas Adat Sangkiong. Kebun dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan juga menghasilkan uang tunai. Kebun berada di dataran tinggi wilayah perbukitan. Perjalanan ke kebun di tempuh dengan mendaki, jarak dari rumah ke kebun ditempuh dengan waktu rata-rata satu jam setengah hingga dua jam. Dalam pekerjaan di kebun semua anggota keluarga ikut ke kebun. Kebiasaan menginap di kebun, umumnya terdapat bangunan pondok di kebun. Ketika ada pekerjaan membersihkan kebun atau panen, beberapa keluarga menginap selama 1 sampai 2 minggu, pulang ketika pekerjaan sudah selesai. Sedangkan keluarga yang tidak memiliki pondok, berangkat pagi hari pulang sore.
Di kebun, hampir setiap keluarga memiliki tanaman kopi, yang di panen antara bulan April hingga Juli, sebelum panen kopi, biasanya kebun kopi dibersihkan terlebih dahulu dari rumput-rumput. Jenis Kopi yang ditanam ada beberapa jenis, kopi arabika, kolombia dan robusta. Hasil panen kopi. Kopi yang sudah di panen biasanya hanya di kupas kulit luarnya saja dengan cara digiling, kemudian direndam selama satu malam dan esok harinya di jemur hingga kering. Kopi yang sudah kering biasanya dijual ke tengkulak dengan harga 15 ribu satu liter dan kemudian tengkulak menjualnya ke kota. Setiap keluarga, menghasilkan kopi 50 liter hingga 1000 liter dalam sekali panen, hasil panen tergantung luas kebun.
Kebisaan saat gotong royong atau “arisan tenaga” saat panen kopi, arisan tenaga melibatkan anggota keluarga, tetangga dan teman dari dalam desa maupun luar desa turut membantu. Akan tetapi arisan tenaga tidak hanya dalam pertanian kopi saja, termasuk dalam pekerjaan sawah, kebun dan ladang. Pemilik kebun biasanya menyiapkan konsumsi selama pekerjaan bergilir dilakukan. Namun ada juga yang membawa makan dan minum sendiri, biasanya bekerja bergilir dengan membawa makan dan minum sendiri di hitung waktu kerja berapa jam dalam sehari.
Selain tanaman kopi, sebagian besar tanaman di kebun diperuntukan untuk kebutuhan konsumsi keluarga, seperti pisang, keladi dan singkong. Termasuk sayuran, labu, pepaya dan lainnya sebagainya. Sebelum pulang dari kebun ke rumah, wajib membawa beberapa jenis hasil panen, tanaman yang sering dipanen yaitu keladi, labu, pisang dan lainnya. Termasuk kayu bakar yang biasanya didapatkan dari sekitar area kebun.
Di samping kebun, wilayah kelola Komunitas Adat Sangkiong juga berupa Sabah/sawah tadah hujan, sawah berada dekat Kampung dan hanya pada saat musim hujan tanam padi. Umumnya, sawah tandah hujan setahun hanya sekali menanam padi. Akan tetapi, jika tidak turun hujan maka sawah di jadikan kebun. Sawah ditanami jagung, kacang tanah, bayam, kangkung dan tanaman sayuran lain sebagainya.
Kemudian wilayah kelola Ladang, misalnya saja Komunitas Adat Kalanaghit, Kecamatan Borong. Ladang identik dengan tanaman padi, akan tetapi menanam padi di ladang hanya sekali dalam setahun, setelah selesai di panen, kemudian ladang di tanami berbagi macam tanaman, ada jagung, kacang merah, labu kuning dan seturusnya. Termasuk buah-buahan, seperti mangga, manggis, kelapa dan pinang.
Sementara itu, di samping aktif dalam aktivitas di wilayah kelola, Perempuan Adat memiliki aktivitas lain, yakni membuat kerajinan dengan bahan baku yang didapatkan dari hutan dan kebun, yang ditanam maupun tumbuh dengan sendirinya. Bahan baku yang didapatkan dari hutan dan kebun misalnya pandan hutan, bambu, gurung/pohon bambu kecil, rotan dan lain sebagainya. Dari bahan tersebut, Perempuan Adat membuat tikar, sokal/keranjang, topi, nyiru/tampian dan lain sebagainya. Termasuk menenun sarung, yang dahulu menggunakan bahan dasar kapas, namun sekarang sudah menggunakan benang yang dibeli dari pasar.
Capaian PHD Flores Barat
PDH Flores Barat memiliki berbagai tujuan, satu dari sekian tujuannya adalah memperjuangkan pengakuan Masyarakat Adat. Karena itu, anggota PHD Flores Barat terlibat aktif dalam upaya mendapatkan pengakuan Masyarakat Adat. Hal itu dimulai dengan menempuh pelatihan paralegal dan advokasi kebijakan.
Kemudian PHD Flores Barat juga terlibat dalam kegiatan Program Kesejahteraan Keluarga (PKK), bahkan salah satu anggota terpilih menjadi pengurus Dasabisma yang bertugas memperhatikan soal kesehatan, kebersihan sekitar rumah dan lingkungan sekitar. Termasuk mengadakan program-program pola hidup yang bersih dan sehat.
Selian itu, PHD Flores Barat juga membuka arisan bulanan, selian sebagai upaya saling membantu, arisan juga di ciptakan agar terbangun hubungan emosional yang lebih erat antara anggota, termasuk pengurus dengan anggota. Arisan yang dibangun tidak hanya arisan uang, akan tetapi arisan berupa barang atau hewan ternak. Misalnya arisan berupa barang salah satunya material bangunan. Arisan uang, beras, material rumah sebagai cara komunitas saling membantu.
Peran Perempuan Adat dalam Ritual Panen
Ritual panen padi di Komunitas Adat Sengkiong, desa Sengkiong Dora, kecamatan Lambaleda Timur, NTT. Pada bulan juli, semua Perempuan Adat ikut panen padi. Leluhur kami mewariskan aturan Adat yang mengharuskan kami melakukan ritual ketika panen tiba sebagi bentuk rasa syukur, yang disebut dengan ritual penti. Ritual ini dilakukan ketika panen padi, kopi dan biasanya dimeriahkan oleh pertandingan tarian adat yang disebut caci. Tarian ini dilakukan oleh laki-laki yang hanya mengenakan sehelai kain. Sementara Perempuan Adat selain menyiapkan perlengkapan, juga bisa memainkan gendang. Akan tetapi, Perempuan lebih seringnya ditugaskan memasak untuk dihidangkan dalam acara ritual. Termasuk dalam musyawarah patungan untuk acara ritual, patungan beras, sayuran, kopi dan lainnya. Acara ritual petik kopi disebut Tapakolo. Ritual dilakukan dengan cara potong ayam, masak nasi menggunakan bambu dengan cara di bakar dan memimpin oleh kelapa keluarga.
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954
PEREMPUAN AMAN
- Jl. Sempur Kaler No.6, RT.04/RW.01, Sempur, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129
- +62 811 920 2062
- perempuanaman@aman.or.id
AMAN
- Jl. Tebet Timur Dalam Raya No.11 A, RT.8/RW.4, Tebet Tim., Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820
- (021) 8297954