Pengurus Harian Daerah (PHD)

PEREMPUAN AMAN (PA) Bentian Sejahtera

Wilayah Pengorganisasian PHD Bentian Sejahtera berada di Desa Dilang Puti, Kecamatan Bentian Besar, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Anggota PHD Bentian berasal dari Suku Dayak Bentian dan Jawa, hampir semua berasal dari Suku Dayak Bentian. Sedangkan Komunitas yang bergabung dengan PHD Bentian Sejahtera terdiri dari empat Komunitas Adat, yakni Komunitas Adat Bahau, Dayak Bentian dan Bahau Busang. 

Sejak Oktober 2020, di Desa Dilang Puti PHD Bentian Sejahtera didirikan dan kemudian disahkan pada bulan April 2021. Sekaligus menetapkan kepengurusan PHD Bentian Sejahtera sebagai berikut: Ketua: Riniwati, Sekretaris: Tika Mayasari, dan Bendahara: Lilis. PHD Bentian Sejahtera didirikan sebagai sarana perjuangan mempertahankan dan merebut kembali wilayah Adat, termasuk menciptakan ruang belajar bagi Perempuan Adat. Persebaran anggota PHD Bentian Sejahtera tersebar di empat di Kecamatan di kabupaten Kutai Barat, Kecamatan Samarinda Ulu, Bentian Besar, Siluq Ngurai dan Sambutan. Tepatnya  di Desa tiga, Desa Gunung Kelun, Dilang Puti dan Tendiq. 

Saat ini, jumlah anggota PHD Bentian Sejahtera sejumlah 39 Perempuan Adat yang terbagi menjadi tiga kategori usia, dewasa sebanyak 82,05% dari jumlah anggota, pemuda 12,82% dan lansia 5,13% dari jumlah anggota. Dari jumlah anggota PHD Bentian Sejahera tersebut, sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sekaligus petani. Di samping itu, sebagian bekerja sebagai Guru PNS (Pekerja Negeri Sipil, Guru honerer dan wiraswasta. 

Kecakapan yang dimiliki anggota PHD Bentian Sejahtera sebagian besar ialah petani Petani, yakni sebanyak 76,92% dari jumlah anggota. Sedangkan kecakapan tentang benih sebanyak 41,03%, penggerak Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sebanyak 28,21% dan kecakapan mengelola hasil pertanian/laut sebanyak 20,51% dari jumlah anggota. Termasuk kecakapan Dukun Beranak sebanyak 7,69% dan penanggung jawab ritual hanya 2,56%, itu artinya Perempuan Adat jarang di beri kesempatan atau tidak dipercayai menjadi penanggung jawab ritual Adat. 

Selain itu, keberadaan kelompok-kelompok Perempuan di komunitas, kampung atau desa di PHD Bentian Sejahtera sebagian besar ialah kelompok Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebanyak 56,41% dari jumlah anggota. Sedangkan sebanyak 41,03% anggota mengatakan kelompok arisan, kemudian organisasi keagamaan 35,90%, pengurus Adat 10,26% dan arisan tenaga 2,56% dari jumlah anggota. Termasuk kelompok lainnya sebanyak 12,82%, mencakup kelompok Serikat Perempuan Dayak, karang taruna, dan kelompok Ritual Adat Tenung Nangka. 

Sedangkan kelompok atau tokoh yang memiliki pengaruh di Komunitas, kampung atau desa di PHD Bantian Sejahtera sebagian besar yaitu Tokoh agama, dinilai berpengaruh oleh 76,92% anggota. Kemudian 76,92% anggota menilai pejabat/pemerintah setempat dinilai oleh 72,92% anggota, tokoh masyarakat 71,79% dari jumlah anggota. Sedangkan Pemangku Adat 30,77%, Lembaga Adat 30,77% dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 7,69% dari jumlah anggota. 

Pengalaman yang dimiliki anggota PHD Bentian Sejahtera terbanyak ialah pengalaman mengikuti pelatihan sebanyak 43,59% dari jumlah anggota. Pengalaman tersebut antara lain: menjahit baju,  menumper, kerajinan tas rotan, kesehatan reproduksi, mengelola keuangan, dan laporan pertanggungjawaban  (LPJ) Pekerja Negeri Sipil (PNS). Kemudian pengalaman menjadi pengurus organisasi sebanyak 30,77%, organisasi tersebut antara lain: Gereja (Perempuan), Kredit Union, Posyandu lansia dan Ketua Komite Sekolah Sekolah menengah atas (SMA). 

Selain itu, pengalaman menjadi bagian dari kelembagaan Adat sebanyak 5,13%, pengalaman menjadi penanggung jawab pelaksanaan ritual, upacara, perayaan di Komunitas sebanyak 5,13% dan turun aksi atau demonstrasi 5,13% dari jumlah anggota. Termasuk pengalaman lainnya sebanyak 10,26%, pengalaman tersebut antara lain; bisnis penjualan tas rotan, pelatihan tentang Gender, komputer dan pelatihan Guru Sekolah. 

  • Wilayah Kelola Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian 
  • Hutan dan Ladang

Wilayah kelola Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian meliputi pegunungan dengan berbagai sungai dan pesisir pantai. Di dalam wilayah kelola tersebut komunitas Adat Dayak Benuaq melangsungkan kehidupannya, wilayah kelola itu berupa hutan, ladang, kebun, sungai dan laut. Di Hutan misalnya, selain sebagai sumber air yang utama, hutan juga sebagai tempat mencari kebutuhan Komunitas Adat Benuaq, yang mana terdapat berbagai jenis kayu yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah, seperti jenis kayu ulin, meranti, dan lainnya. Dengan cacatan, kayu hanya boleh dimanfaatkan untuk kebutuhan membangun rumah dan tidak boleh diperdagangkan. 

Selain itu, hutan juga sebagai arena yang sering menjadi tempat berburu berbagai jenis hewan liar, mulai dari babi, kancil, payau, kijang dan seterusnya. Termasuk tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk obat-obatan, seperti pasak bumi, akar kuning dan lainnya. Di hutan juga terdapat beberapa tanaman yang bisa digunakan untuk membuat kerajinan seperti rotan, bambu, kayu dan tumbuhan pewarna alami. Termasuk berbagai jenis buah-buahan hutan, durian, lahong, kelontongan, kapul, siwo, ruiq, tuw ola, meretam, pepuant, semayap, rekep dan seterusnya. 

Selain itu, beberapa luasan hutan juga sering dimanfaatkan untuk berladang padi secara berpindah. Jenis padi yang ditanam di ladang ialah jenis padi lokal, di antaranya padi gunung, padi udang, mayas, ketayo dan lain sebaginya. Di samping tanaman padi (tanaman utama), beberapa jenis palawija dan umbi-umbian juga ikut ditanam di ladang, seperti lombok, sawi, singkong, talas dan lain sebagainya. Hasil hutan yang sering dijual untuk mendapatkan uang tunai adalah rotan dan damar. 

  • Kebun

Sementara itu, wilayah kelola kebun menjadi sumber untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan juga mendapatkan uang tunai. Di kebun terdapat berbagai jenis tanaman, mulai dari sayuran, rempah-rempah dan umbi-umbian. Jarak rumah dengan kebun rata-rata hanya 1 km dari rumah, tidaklah terlalu  jauh. Karena itu, nyaris semua orang di Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian memiliki kebiasaan ke kebun, meskipun pekerjaannya sebagai guru, pedagang atau apa pun itu, pasti ada hari di mana mengerjakan kebun. Jenis tanaman yang di tanam di kebun antara lain; sawi, terong, cabai, lombok, kacang dan lainnya. Sedangkan tanaman rempah-rempah berupa kunyit, jahe, serai dan seterusnya. Termasuk singkong, talas dan pisang. 

Beberapa jenis tanaman kebun yang sering dijual yakni, kacang panjang, terong, cabai, kangkung , bayam dan lainnya. Cara menjual tanaman tersebut tidak lah sulit. Selain menjual ke pasar dan tetangga, Perempuan Adat biasanya memanfaatkan media sosial, seperti WhatsApp grup dan Facebook. Meskipun tidak semua memiliki atau masuk di WhatsApp Grup, sayuran bisa ditawarkan kepada yang masuk dalam Grup tertentu, misalnya Grup Gereja, PKK, Desa, Kecamatan dan lainnya. Hal itu diuntungkan oleh beberapa anggota PHD Bentian Sejahtera bekerja atau aktif di beberapa lembaga atau organisasi tersebut. 

  • Sungai

Di wilayah kelola Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian terdapat beberapa sungai yang sering dimanfaatkan, selain air sungai untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan keluarga, ternak dan tanaman, termasuk juga ikan-ikan yang hidup di sungai. Beberapa nama sungai tersebut antara lain: Sungai Lawa, Naya, Tuken, Iso, dan seterusnya. Salah satu Sungai yang paling dekat dengan Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian yakni Sungai Lawa. Di sungai tersebut jenis-jenis ikan yang sering didapatkan Komunitas Adat Benuaq cukup beragam jenis antara lain: ikan laes, baong, gabus, lele, besisile, labau, sepat dan seterusnya. Ikan-ikan tersebut didapatkan dengan cara memancing dan menjaring. 

  • Ritual Melas Lati (melas hutan)

Ritual Melas Lati merupakan ritual memberikan makanan dalam bentuk sesajen untuk roh leluhur yang berada di hutan atau penunggu hutan. Ritual ini dilaksanakan untuk tujuan memohon keselamatan dan kelimpahan hasil ladang. Perlengkapan dalam ritual ini cukup beragam, mulai dari babi, ayam kampung, beras, beras ketan, telur, dan lainnya. Semua jenis perlengkapan tersebut di olah menjadi berbagai makanan yang akan disajikan dan makan bersama setelah ritual dilaksanakan, misalnya  beras ketan di masak oleh Perempuan Adat menjadi wajik dan nasi lemang (nasi yang dimasak dalam bambu) lain sebagainya. Sedangkan ayam kampung dipanggang dalam keadaan utuh atau disebut dengan parangkak tiak. Kemudian salah satu praktik ritual menggoreskan beras yang sudah dicampur dengan kunyit dan bedak ke dahi dan telapak kaki yang dipercaya agar terhindar dari penyakit. 

  • Ritual Gugut Tahun (Nalita Taut)

Ritual Gugut Tahun merupakan ritual yang khusus dilaksanakan di Kampung dan ditujukan agar sumber daya di kampung melimpah, Kampung aman dari berbagai ancaman atau wabah dan bencana (Kampung dingin). Termasuk juga agar hasil kebun melimpah dan subur. Dalam ritual ini, semua orang di Kampung terlibat, termasuk Perempuan Adat yang berperan dalam menyiapkan perlengkapan ritual dan memasak makanan untuk di hidangkan dalam ritual. Ritual ini dilakukan dengan jumlah hari kelipatan delapan, mulai dari 8 hari, 16, 24, 32 hari dan seterusnya. Praktik inti dari ritual ini adalah memotong hewan yang dilakukan oleh seorang dukun atau Belian. Jenis hewan yang dipotong mulai dari kerbau, ayam, babi dan sapi, yang kemudian darah dari bintang tersebut di kumpulkan dalam satu wadah dan di percik-percikan ke setiap arah. 

  • Masalah-masalah yang dihadapi Komunitas Adat Dayak Benuaq Bentian
  • Perusahaan Kelapa Sawit, Tambang Batu Bara

Saat ini, hampir semua Desa di Kecamatan Bentian Besar lahan-lahan sudah di kuasai Perusahaan kelapa sawit dan tambang batu bara. Lahan-lahan bekas ladang di wilayah kelola komunitas Adat Dayak Benuq banyak yang dijual secara diam-diam oleh anggota keluarga di masing-masing keluarga tanpa sepengetahuan anggota keluarga maupun kelembagaan Adat. Perkebunan kelapa Sawit dan Perusahaan batu bara membeli lahan satu hektare dengan harga 3,5 juta rupiah, penjualan lahan meningkat pesat terutama ketika masa pandemi covid 19. 

Perusahaan kelapa sawit membeludak masuk ke wilayah-wilayah Adat sejak tahun 2014, sedangkan perusahaan batu bara sejak tahun 2004. Selain kehilangan wilayah kelola, Komunitas-komunitas Adat juga merasakan dampak kerusakan yang menyertainya, mulai dari limbah-limbah atau obat kimia yang mencemari sungai, tanah, udara dan lain sebagai. Termasuk kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup karena wilayah kelola semakin menyempit. 

Pencemaran air sungai misalnya, yang hanya di respons pemerintah dengan anjuran membuat sumur dan berhenti mengonsumsi air sungai, solusi tidak pada akar masalah yang sebenarnya. Satu dari sekian sungai yang tidak bisa di konsumsi yakni sungai Lawa, bahkan tidak layak lagi digunakan untuk mandi, mencuci dan lain sebagainya. karena pupuk kimia yang digunakan perkebunan kelapa sawit dan limbah batu baru masuk ke sungai. Selain itu, jarak tambang batu bara yang tidak jauh dari pemukiman 2 sampai 3 kilo meter, sangat mungkin aktivitas tambang batu bara merusak anak-anak sungai, apa lagi kebanyakan tambang menggunakan dinamit untuk meledakan bongkahan batu bara. Sering kali hal itu juga menimbulkan kebisingan dan getaran kuat setiap kali ada pengeboman. 

Rusaknya sumber-sumber air bersih membuat setiap keluarga terpaksa harus membeli air untuk kebutuhan konsumsi harian. Air bersih untuk kebutuhan harian didapatkan dengan cara membeli, dalam satu tong/tandon berkapasitas 1.200 liter air harganya 100 ribu dan hanya cukup digunakan selama dua hari. Belum lagi isi ulang galon 6000 rupiah satu kali isi ulang, begitu juga dengan dirigen ukuran 20 liter dibeli dengan harga 6000 rupiah. Penjual air dalam tong berukuran 1.200 liter biasanya warga yang memiliki kendaraan mobil, sanyo, tandon dan lain sebagainya. Air di ambil dari danau, sungai yang belum tercemar atau sumur bor. 

Sementara itu, di dalam situasi krisis, komunitas-komunitas Adat tidak mempunyai kesempatan bekerja di kedua perusahaan tersebut. Ada pun beberapa yang bekerja hanya sebagai pekerja berat dan masa kerja tidak berkepanjangan. Misalnya, bekerja nebas, angkut/pikul buah kelapa, membersihkan pelepah dan gulma di pohon kelapa sawit, operator alat berat, dan pekerjaan lapangan lainnya. 

  • Arisan Tenaga berganti Kerja Upahan

Hilangnya akses dan kontrol terhadap wilayah kelola komunitas Adat, karena dibatasi bahkan diusir demi kepentingan konsesi. Hal itu membuat komunitas Adat tidak lagi memiliki daya ekonomi subsisten. Karena itu, untuk mencukupi kebutuhan hidup, seperti pangan, sayuran, buah-buahan, air dan seterusnya. Oleh sebab itu, Untuk mendapatkan kebutuhan tersebut sebagian besar didapatkan dengan cara membeli.  

Termasuk sistem arisan tenaga yang tidak lagi dilakukan di Komunitas Dayak Benuaq Bentian. Arisan tenaga atau disebut dengan “balas hari” kerja bergilir secara sukarela dengan cara gotong royong bergilir. Pekerjaan ladang adalah urusan bersama, akan tetapi belakangan ini pekerjaan ladang menjadi urusan pribadi yang membutuhkan sejumlah uang. 

Setiap tahap pekerjaan berladang sudah menggunakan sistem upah, mulai dari pekerjaan menebas, membersihkan lahan, menugal, merumput hingga panen. Pekerjaan merumput, menugal dan panen biasanya di upah sehari 150 ribu rupiah tanpa makan, 100 ribu rupiah jika dapat makan 3x sehari. Sedangkan menebas dan menebang dibayar secara kerja borongan, dalam satu hektare biaya yang dibutuhkan 1,5 juta rupiah. Sementara pekerjaan yang tidak memerlukan uang tunai, pada saat panen, orang yang membantu panen mendapatkan hasil setengahnya dari jumlah padi yang dipetik. 

PEREMPUAN AMAN

AMAN

PEREMPUAN AMAN

AMAN

Scroll to Top