Nai Sinta Boru Sibarani, Perempuan Adat Pejuang Tano Batak

Mama Yosepha, Inspirasi Perempuan Adat NusantaraYosepha Alomang perempuan berbadan kecil berkulit hitam dan berambut ikal. Akrab dipanggil Mama Yosepha, berasal dari Suku Amungme, Papua. Perempuan adat pejuang yang berdiri tegak membela hak asasi manusia dan kedaulatan atas wilayah hidup Suku Agimuga di Amungme yang dirampas oleh PT. Freeport, perusahaan tambang emas dan biji tembaga terbesar di dunia. Memotong pipa Freeport, aksi pendudukan bandara Timika selama 3 hari merupakan tindakan terorganisir yang dilakukan oleh Mama Yosepha dan masyarakatnya.

Berang! tidak terima situasi ini, seorang inang berperawakan kecil bersanggul, menggunakan kain dan kebaya batak, memimpin pencabutan tanaman eukaliptus yang ditanam karyawan PT. IIU di tanah adatnya. Namanya Nai Sinta boru Sibarani. Tidak kenal takut, tidak pernah surut mempertahankan tanah adatnya meski berbagai tindakan represi menghadangnya. Bersama 10 inang lain, Nai Sinta dipidanakan perusahaan dan ditangkap. Putusan pengadilan memutuskan hukuman percobaan 6 bulan untuk masing-masing inang yang diiringi pekikan keras dan kemarahan “Kenapa kami ditahan? Tanah adat kami yang diambil kenapa kenapa KAMI YANG DITAHAN?” kalimat di ruang sidang ini terus menggema dalam semangat perjuangan 10 orang inangdari Sugapa. Mereka mengajukan banding sampai kasasi pada Mahkamah Agung RI yang berujung pada penolakan. Dengan alasan kemanusiaan 10 orang inang ini tidak ditahan.

Perjuangan tidak berhenti pada titik itu. Tujuan para Inang, tanah adat harus kembali. Sepuluh orang Inang ini nekat ke Jakarta, berhutang untuk biaya mereka dan membawa serta anaknya untuk menemui Menteri Dalam Negeri, Rudini kala itu. Selama 4 hari mereka hanya duduk di lorong kantor, tak diacuhkan meskipun anak mereka menangis. Tapi semangat para Inang tidak surut. Barulah pada hari ke 4 Menteri bersedia membuka pintunya untuk 4 orang perwakilan para Inang. Akhirnya Nai Sinta dan para Inang menerima surat dari Mendagri yang meminta Bupati dan IIU menyerahkan tanah adat Barimbing di Sugapa.

Hadir dalam Kongres Masyarakat Adat I (KMAN I), Jakarta tahun 1999, Nai Sinta mewakili 10 Inang lainnya adalah pelaku sejarah, perempuan adat pejuang yang tidak menyerah mempertahankan hak atas wilayah adatnya. Pada Sarasehan perempuan adat, Nai Sinta meski telah bertambah usia masih dengan semangat yang sama menceritakan perjuangannya. Membagi tantangan dan dukanya tanpa meneteskan airmata untuk seluruh peserta perempuan adat dari berbagai daerah. Wajah-wajah perempuan adat yang hadir memerah karena semangat, memupuk keinginan untuk berbuat lebih banyak, berdiri tegak untuk hak-haknya.

HORAS! Maju terus PEREMPUAN ADAT.. konsolidasikan kekuatan, semangat dan solidaritas di Temu Nasional II PEREMPUAN AMAN 27-29 September 2015, Bogor.***Devi Anggraini *sumber : KSPPM

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

PEREMPUAN AMAN

AMAN

PEREMPUAN AMAN

AMAN

Scroll to Top